Pada
penyelenggaraan upacara besar di Tingkat Nasional, kali ini nampak sesuatu yang
berbeda dengan para presiden sebelumnya. Seperti pada pembukaan Raimuna ke 9
yang baru lalu, Presiden selaku Ka Mabinas mengenakan baret coklat seperti yang
dipergunakan oleh para Para Anggota Penegak dan Pandega. Banyak yang tanya
kenapa beliau menggunakan topi baret, kenapa tidak menggunakan peci seperi
biasanya ? atau sudahkan sesuai dengan petunjuk yang dileluarkan oleh Kwartir
Nasional tentang Seragam Pramuka ? Apakah hanya sebagai penghormatan kepada
Para Anggota Pramuka Penegak dan Pandega yang adalah sekaligus di ajang
kegiatan milik mereka ? Tetapi yang tidak bisa kita pahami adalah apabila itu
sudah sesuai dengan Selera Pimpinan !
Perlu
diingat, bahwa, seorang Presiden adalah bagian dari perangkat Kepresidenan yang
merupakan simbol simbol kenegaraan yang patut kita jaga kewibawaan dan
kehormatannya. Sudah barang tentu setiap kebijakan yang diambil maka sudah
harus dilandasi dengan ketentuan yang berlaku, jika di lingkungan pramuka maka
disesuaikan dengan AD/ ART Gerakan Pramuka.
Jika
penggunaan Seragam Pramuka tidak sesuai petunjuk yang dikeluarkan oleh Kwartir
Nasional maka jelas akan memungkinkan timbul pemakaian seragam yang beraneka
ragam. Akan lebih parah jika ada yang punya pendapat, misalnya : “ lha
presiden saja boleh masak gubernur/ bupati tidak ? tentunya juga boleh kan ? “. Lha
terus pakai aturan mana lagi ?
Seperti
halnya kebijakan dalam penggunaan seragam para anggota pramuka yang mengikuti
Jambore Internasional 2007 tahun lalu, yakni setangan leher bagi regu putri
menggunakan setangan leher milik pramuka putra. Payah jadinya kalau punya
argumen, seperti ini misanya, “ Yaa.., karena kalo untuk tukar souvenir, pita
leher putri nggak laku… “. Weleh, …….biar nggak laku tapi tetap milikku dan
kebanggaanku, bung !
Singkat
cerita agar tidak menimbulkan polemik dan banyak pertanyaan yang mungkin bisa
menimbulkan banyak persepsi, maka pihak Kwartir Nasional yang berkompeten
dengan penyelengaraan ini harus mampu mensosialisasikan hal hal seperti yang
tersebut khususnya masalah penggunaan seragam.
Setiap
kebijakan yang sudah diatur tapi baru, sebaiknya dipayungi dengan hukum yang
mengatur dan melindungi tentang perubahan tersebut secara khusus.
Bisa
jadi Presiden adalah Ka Mabinas sekaligus berkedudukan sebagai Pramuka Utama,
dapat pula dijadikan Anggota Kehormatan dalam suatu Forum Kegiatan tersebut (
Ingat, di lingkunagan T/D mengenal tradisi atau adat istiadat). Namun demikian
tetap memerlukan aturan tersendiri, sebagai payung hukum tentang hal itu.
Demikian pula tentang penggunaan seragam bagi pramuka yang mengikuti kegiatan
di luar negeri.
Banyak
pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa itu, antara lain ;
- Tetap berpedoman pada AD/ ART Gerakan Pramuka.
- Belajar menghormati ketentuan hukum atau peraturan yang berlaku ( PP )
- Menghindari kekeliruan pendapat maupun persepsi yang berbeda.
- Menghindari anekdot ganti pimpinan/ pengurus ganti kebijakan atau selera.
- Atau peraturan dibuat hanya berlaku untuk yang di daerah saja.
Kita
ini seorang pembina, sudah menjadi keharusan sebagai pembina dalam memberikan
pendidikan kepada anak didiknya selain dengan keteladanan adalah menganjurkan
mereka untuk berani bicara jika itu sesuatu yang diyakini adalah benar. Dengan
demikian. nantinya tidak ada lagi petanyaan yang berkelakar , “ baret ini milik
siapa. ya ? maka sebaiknya jangan ada yang ngaku… “.
Bagaimanapun kita tetap bangga dengan seragam
kita, dulu pakai baret sekarang peci, yang pasti paling tertib dalam
pemakaiannya. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar